Unknown
SIAPA
-YeyenNF-
Hening, yang
terdengar hanyalah bisikan-bisikan dongeng yang berulang-ulang pernah terbaca.
Kosong, kosong memang rasanya ruangan ini. Aku tidak akan berbicara mengenai
cinta, ini sebuah perjalanan bukan kritikan rendahan. Pernah, aku memandang
ribuan pasang mata dan pernah, aku menggenggam ratusan tangan. Tanpa sadar,
secara tidak sengaja aku melihat namaku
terpampang jelas dipapan. Entah harus darimana cerita ini aku mulai, seringkali
aku menceritakan hal ini secara tidak langsung kepada orang banyak.
Mungkin mereka
akan bosan mendengar cerita ini, itu untuk mereka. Tapi untukku, cerita ini
takkan pernah habis untuk diungkapkan oleh rentetan abjad yang hanya akan
membuat cerita fana. Berhenti, ingin sejenak aku berhenti dari penderitaan ini,
sebentar saja, hanya sebentar saja. Kehadiranku dihargai disini, bahkan lebih,
lebih dihargai daripada yang aku dapatkan sekarang. Aku sekarang bukanlah
siapa-siapa, tak ada tempat bagiku untuk berbicara, tak ada tempat bagiku untuk
tertawa lepas. Keegoisanku telah membuat semua keindahan yang pernah aku punya
hilang, bak ditelan bumi. Seseorang, dua orang, atau banyak orang pernah
menjadi saudara didalam ingatan ini, tapi jalan telah membawaku kearah yang
jauh. Banyak dari mereka yang secara sengaja ataupun tidak, pernah aku jauhkan
dari kehidupanku. Jahat memang, dan bodohnya aku baru menyadari hal itu hari
ini, hari dimana aku memang tidak pernah dianggap siapa-siapa oleh semua orang.
Sikap
pecicilan yang dulu melekat kini telah berubah menjadi sikap pendiam. Mungkin
terkesan berlebihan bagi sebagian orang, tapi itulah yang aku lakukan. Entah
darimana aku mendapatkan inisiatif untuk melakukan hal itu. Tapi aku memiliki
alasan dibalik itu semua. Teman-teman yang aku miliki sekarang, mereka jenius,
birilian, dan aktif tetapi dalam teori. Entahlah bagaimana bentuknya dalam
pengaplikasian, aku sempat berfikir apakah ada seorang yang katanya “jenius”
tetapi sering mengasingkan temannya sendiri, mereka sering menganggap rendah
oranglain, mereka sering bertindak semena-mena. Apakah itu yang dikatakan
jenius? Apakah iya jenius? Apakah iya? Sayang sekali mereka hanya mempergunakan
otak mereka hanya untuk bermain bersama imajinasinya sendiri, kasihan, sungguh
amat kasihan. Aku, salah satu dari korban imajinasi mereka. Mau seperti apapun,
mau bagaimana pun, aku tetaplah aku yang tidak pernah seorang pun menganggap
aku ada, aku memiliki teman, tapi tidak dalam keadilan. Aku memilih diam atas
semua itu. Kekanakan, sungguh kekanakan memang aku ini, dengan hanya hal
demikian lalu aku menjadi pemurung? Tapi sungguh, semua perasaan yang aku
pendam ini kian hari kian tidak tahan saja rasanya untuk aku tahan. Tak ada
orang yang bisa aku percayai untuk kuceritakan akan semua hal ini, orang tua?
Tidak, aku tidak ingin menambah beban fikiran mereka hanya dengan hal-hal
seperti ini, dengan adanya aku didunia pun sudah cukup membuat mereka
terbebani, tidak, tidak akan kuceritakan kepada mereka akan hal ini. Sahabat?
Tidak, bukan aku tidak percaya akan mereka, tapi aku tahu tidak akan ada
salahsatu dari mereka yang akan mendengarkan dengan baik lalu memberikan suatu
angin segar, karena aku telah berjanji pada diri sendiri, bahwa hanya akan
kubagikan kesenangan dan cerita indah kepada mereka, tetapi tidak untuk cerita
penderitaan rendahan ini. Hanya lembaran kertas dan tetesan tinta yang akan
menjadi saksi akan semua ini.
Semua derita
ini seakan mengingatkanku akan mereka yang pernah aku jatuhkan kedalam
belenggu, dihari lalu. Mungkin ini setara dengan apa yang telah aku perbuat
dulu, tapi apakah masih ada kesempatan bagiku untuk memperbaiki semua itu?
Entahlah aku masih mencari jalan. Aku teringat akan seorang salahsatu sahabatku
yang kini entah dimana rimbanya, semua histori yang pernah bersama kita jalani
semuanya masih terngiang dalam memori. Jangankan untuk bertemu, untuk menyapa
dan bertanya kabar pun sepertinya dia sudah tidak sudi mempunyai sahabat
seperti ini, sungguh disayangkan bertahun-tahun lamanya kita menjadi sahabat,
berpetualang kesana-kemari, menjelajah padang rumput luas, dan bermain air
didekat kebun, apakah dia sudah melupakan itu semua? Ataukah memang sengaja ia
buang semua memori itu? Entahlah, entahlah aku tidak tahu apapun tentang dia
sekarang ini. Jika diingat-ingat kembali, lucu memang saat kita menyadari bahwa
tidak ada satupun foto saat kita bersama, kita memang bukan tipikal orang yang
suka foto-foto waktu itu, yang tersisa dibalik semua cerita tentang sahabatku
yang satu ini hanyalah sekotak tempat pensil yang disana terdapat tanda tangan
yang dia buat dengan spidol permanen. Tinta spidol disana memang permanen,
tetapi tidak dengan cerita kita. Hingga tiba suatu hari dimana problema kecil
yang membesar, dan semua itu meluluh lantahkan keadaan hingga cerita kami hanya
sebatas sisa potongan surat yang kami saling tukar dan ketika dibaca, semua
akan mengingatkan kembali akan hari-hari itu, hari dimana kami memulai semua
ini dari awal. Hampir saja aku lupa, saking asyiknya membicarakan hal ini
sampai-sampai lupa memperkenalkan diri, haha namaku reyn, orang sering
memanggilku psikopat.