Unknown
SEPENGGAL MIMPI
-YeyenNF-
Kulihat
tumpukkan buku kian hari kian menggunung. Jelas tumpukkan buku itu bukan berisi
enslikopedi ataupun buku ilmiah lainnya. Pengapnya kamar ini terasa semakin
memperburuk suasana. Bukan mengerjakan, tapi malah kupikir apakah akan berarti
semua tumpukkan buku ini untuk kemudian hari? Egois memang manusia yang belum
seberapa pandai menimba ilmu di negri orang ini. Tetesan tinta yang mulai
kupaksakan untuk menetes seakan seirama dengan apa yang kupikirkan saat itu. Ya benar, masa yang akan datang. Masa dimana
kita akan menjadi manusia yang sebenarnya. Yang bahkan dengan puluhan pin yang
menempel di kemeja, semua itu takkan pernah cukup untuk menggapai itu.
Bahkan pernah
kudengar, seorang montir itu lebih muliad daripada seorang pejabat. Tak cukup
untuk aku jelaskan pada sebuah artikel untuk membahas ini. Hingga pada suatu
hari, ketika fajar sudah terlelap dan aku seakan teringat pada masa kecil.
Dimana pernah aku ngin berkecimpung di dalam laboratorium, atau dalam sirkuit,
atau didalam ruangan khusus. Kemudian aku terbangun dari lamunan karena sontak
aku melihat teman temanku yang sibuk berlari mengejar layang-layang.
Ibuku, sesosok
manusia yang sangat amat aku sayangi. Entah apa setiap aku melihatnya seakan
semangat yang terpuruk ini menjadi menyala kembali. Begitu juga ayah. Aku
menyayangi mereka berdua. Ekspektasi membuatku berangan-angan untuk memerangi
rintangan. Tanpa adanya uang, musnah sudah. Apa daya di negara ini segala
bentuk penghidupan selalu saja berujung pada uang.
Aku?aku tak
punya kesempatan sama sekali untuk menjadi salahsatu dari para “moneyplayer”
itu. Dan sungguh aku tidak pernah menginginkannya. Heran aku dibuatnya. Negara
ini menginginkan penerus yang jujur, tetapi? Apakah prosedur yang telah
dijalankan pemerintah mampu membuat semua hal itu terwujud?
Selain itu,
ridha orangtua memang yang utama. Tak ada lagi jalan bagiku untuk melangkah
dilapangan terjal, kawat berduri dan arena push up. Ingin sekali aku mencari
jalan keluar, tapi apa yang akan aku temui nanti sudah aku perkirakan.
Kekecewaan. Meang sudah pasti hal itu akan terjadi, sekuat apapun aku berusaha
pasti jalan akan membawaku kearah yang sama. Kesal, kecewa, dan ketidakadilan
sudah sepantasnya aku dapatkan.
Tak pernah
secercah cahaya melintas disudut pengap kamarku. Sudahlah hari memang harus
terus dijalani, sepahit apapun hidup. Mungkin hidup itu terkadang diciptakan
untuk mengubur mimpi. Tak pernah akan aku sesali, tak pernah aku menyalahkan
keadaan. Kini aku mulai berfikir bahwa memberi oranglain suatu pembelajaran
adalah hal yang mulia. Terimakasih ibu, terimakasih ayah kau masih mampu
menyayangiku hingga saat ini. Kalian amat kusayang, kalian berarti. Aku dan sepenggal mimpi.